Judul Buku: Sepasang Sepatu Sendiri Dalam Hujan
Penulis: Maulana Achmad, Inez Dikara, Dedy T. Riyadi,
Jenis: Kumpulan Puisi
Penerbit: CarangBook
Tahun Cetakan I: 2008
___________________________________
TIDAK SENDIRINYA SEPATU DALAM HUJAN
Oleh: Yonathan Rahardjo, disiarkan pertama kali di milis Apresiasi sastra
Yang pasti ada tiga corak berbeda dalam buku tiga penyair ini. Tidak adil membandingkan seorang penyair dengan penyair lainnya meski dalam buku sama sebab setiap penyair adalah pribadi yang unik sebagai manusia. Maka aku berusaha keras untuk menghayati masing-masing penyair yang ketika tidak kebetulan aku kenal. Dan mereka temanku. Ada peperangan subyektivitas di sini, maka aku mencoba mencari posisi yang pas buatku untuk menuliskan yang terbaik sebagai pemberian seorang teman kepada kawan, dalam arti seimbang.Positif dan negatifnya secara seimbang terutama pada literernya, sehingga aku tidak terjebak pada satu sudut pandang yang kusuka semata.
Langkah pertama pembacaanku tertumpu pada judul buku ini: SEPASANG SEPATU SENDIRI DALAM HUJAN
Sebagaimana lazimnya buku antologi puisi bersama, acap judul yang dipakai adalah kumpulan judul-judul puisi para penyair yang berantologi. Sebagai contoh yang sangat gampang kuingat buku kumpulan puisi terpilihku bersama A. Badri A.Q.T dan Sihar Ramses Simatupang yang diterbitkan Rumpun Jerami pada 2003 berjudul "Padang Bunga Telanjang" judulnya pun merupakan perpaduan judul-judul puisi kami.
Demikian pula dengan SEPASANG SEPATU SENDIRI DALAM HUJAN, dari keterangan para penyairnya judul antologi ini merupakan perpaduan judul-judul puisi Maulana Achmad, Inez Dikara dan Dedy Tri Riyadi. Perpaduan judul ini membentuk suatu makna, dan makna ini merupakan makna yang baru. Daku lupa masing-masing penyair diambil judul puisinya yang mana, yang pasti Inez Dikara-lah yang menyumbang kata SENDIRI dari judul puisinya.
Aku berketetapan, mulai dari judul inilah aku memaknai puisi-puisi kawan-kawanku ini, sekaligus sebagai pengenalanku terhadap masing-masing dari mereka. Barangkali pendekatan ini belum pernah dilakukan oleh pembaca lain, dan kini kulakukan untuk memaknai karya-karya dalam buku ini. Logikanya sederhana, pemilihan judul SEPASANG SEPATU SENDIRI DALAM HUJAN membentuk makna baru yang mewakili ketiga penyair; maka setiap sumbangan judul dari setiap penyair pastilah juga punya makna khusus bahkan juga mewakili diri sang penyairnya.
Setelah kubaca dan kupilah judul-judul tiga penyair ini, sejatinya ada judul yang disumbang satu penyair yang mempunyai kesamaan dengan judul penyair lain, kecuali Inez Dikara yang menyumbang satu judul berbeda tadi.
Dapat kujelaskan dasar pijakanku, puisi sulit dikata tidak mewakili kepribadian penyairnya, bahkan dari kata-kata yang dipilih juga kata dalam judul, akan tampak kepribadian si penyairnya. Belum lagi kata-kata dalam isi puisi itu sendiri. Belum pula bila mengamati puisi-puisi yang ditampilkan para penyair di buku ini lebih merupakan ungkapan perasaan, kilasan kesan, impuls, yang ditulis dalam rentang waktu pendek, sebagaimana umumnya penulis-penulis puisi Indonesia masa ini, dalam arti sangat sedikit penyair yang sampai melakukan riset mendalam guna terciptanya sebuah puisi seperti yang dilakukan Nuruddin Asyhadi.
Penyair dalam buku ini yang menuliskan puisinya dalam rentang waktu pendek adalah Maulana Achmad yang juga mencantumkan tanggal bahkan jam penulisan puisinya. Inez Dikara dan Dedy Tri Riyadi hanya mencantumkan tahun pembuatan, sehingga mengundang pertanyaan apakah puisi-puisi Inez Dikara dan Dedy Tri Riyadi juga berdasar riset seperti puisi Nuruddin.
Kembali pada pemaknaan pribadi yang diwakili dalam judul yang disumbangkan, ternyata kudapati:
Penyair pertama (Maulana Achmad) adalah SEPASANG SEPATU DALAM HUJAN
Penyair kedua adalah (Inez Dikara) SENDIRI
Penyair ketiga adalah (Dedy Tri Riyadi) SEPASANG SEPATU HUJAN
Setidaknya pribadi mereka yang menyatu dalam SEPASANG SEPATU SENDIRI DALAM HUJAN, masing-masing ternyata adalah SEPASANG SEPATU DALAM HUJAN, lalu SENDIRI, dan SEPASANG SEPATU HUJAN.
Bagaimana secara tajam mengungkap logika ini? Tampaknya setelah organ-organ besarnya tampak, pemaknaan organ-organ besar ini akan sangat dibentuk dengan pengenalan terhadap bagian-bagiannya, organ-organ penyusunnya bahkan sub organ dan elemen-elemennya serta sistem dan fungsi yang menyatukan setiap unsur pembentuk menjadi SEPATU DALAM HUJAN, lalu SENDIRI, dan SEPASANG SEPATU HUJAN dan akhirnya kembali ke suatu pribadi utuh buku SEPASANG SEPATU SENDIRI DALAM HUJAN.
SEPASANG SEPATU DALAM HUJAN (Maulana Achmad)
Sejatinya adalah gabungan dari 5 (lima) puisi Maulana Achmad:
1. Sepasang Sayapku
2. Kwatrin Sepatu di Luar Masjid
3. Hujan Malam
4. Lelaki yang Menari Dalam Hujan
5. Inilah Hujan
SENDIRI (Inez Dikara)
Sejatinya adalah satu judul Puisi Inez Dikara:
Sendiri
SEPASANG SEPATU HUJAN (Dedy Tri Riyadi)
Sejatinya adalah gabungan dari 5 (lima) puisi Dedy Tri Riyadi:
1. Pesta Sepatu
2. Sepatu Adam dan Hawa
3. Pertanyaan untuk Iklan Sepatu
4. Sepasang Sepatu yang Tertinggal
5. Sajak di Negeri Hujan
Ada perlombaan sepatu dan hujan antara Maulana Achmad dan Dedy Tri Riyadi:
Sepatu Maulana Achmad : 1 (Kwatrin Sepatu di Luar Masjid)
Sepatu Dedy Tri Riyadi: 4 (Pesta Sepatu, Sepatu Adam dan Hawa, Pertanyaan untuk Iklan Sepatu, Sepasang Sepatu yang Tertinggal)
Hujan Maulana Achmad: 3 (Hujan Malam, Lelaki yang Menari Dalam Hujan, Inilah Hujan)
Hujan Dedy Tri Riyadi: 1 (Sajak di Negeri Hujan)
Di sini jelas, SEPASANG SEPATU SENDIRI DALAM HUJAN sebetulnya:
SEPASANG SEPATU adalah Dedy Tri Riyadi
SENDIRI adalah Inez Dikara
DALAM HUJAN adalah Maulana Achmad
Juga dari judul yang langsung kesatuan makna:
SEPASANG SEPATU adalah Dedy Tri Riyadi (Puisi Sepasang Sepatu yang Tertinggal)
SENDIRI adalah Inez Dikara (Puisi Sendiri)
DALAM HUJAN adalah Maulana Achmad (Lelaki yang Menari Dalam Hujan)
Tampaknya pemilihan judul oleh editor (kabarnya oleh TS Pinang) memakai metode yang paling bawah ini.Dengan kata lain, memaknai puisi-puisi yang menunjukkan kepribadian masing-masing penyair sejatinya lagi:
Dedy Tri Riyadi adalah SEPASANG SEPATU
Inez Dikara adalah SENDIRI
Maulana Achmad adalah DALAM HUJAN
Kita asosiasikan dengan pemaknaan yang pertama dengan pemaknaan ini, maka:
Maulana Achmad: SEPASANG SEPATU DALAM HUJAN lebih kuat DALAM HUJAN-nya
Inez Dikara: SENDIRI ya kuat SENDIRI-nya
Dedy Tri Riyadi: SEPASANG SEPATU HUJAN lebih kuat SEPASANG SEPATU-nya
Mari kita memaknai lebih dalam dalam puisi-puisi mereka. Yang pasti dengan berkumpul, meski ada perbedaan, puisi-puisi para penyair ini tidak lagi sepi sendiri, karena sudah melakukan dan dilakukan tafsir antar mereka, suatu bentuk ketidak sendirian.
No comments:
Post a Comment