Judul Buku: Korsakov
Jenis: Kumpulan Cerpen
Pengarang: Wina Bojonegoro
Penerbit:
Terbit Pertama: 2012
Pilihan cerita untuk orang dewasa yang masih punya rasa cinta (eros) dengan jerat-jerat hubungan kasih di sekitar keutuhan rumah tangga, antara lelaki dan perempuan, baik orang pertama, kedua dan ketiga. Winna Bojonegoro tampaknya spesialis di wilayah ini, dengan filosofi-filosofi dan pilihan kata-kata yang cerdas (terutama pada penekanan ungkapan tertentu) baik pada monolog maupun dialog, menampilkan seolah semua tokohnya adalah orang-orang cerdas. Sebagian besar cerita yang disampiri tanda-tanda multikultur menuju global dalam sebagian pilihan kata, setting dan gaya hidup, dan sebagian kecil cerita yang melibatkan masyarakat klas bawah dan sekelumit masalahnya tidak menyeret cerita lari dari masalah eros yang menjadi kekuatan buku kumpulan cerpen ini. (Yonathan Rahardjo)
COWOK-COWOK MENGEPUNG KORSAKOV
Yonathan Rahardjo - Bedah Buku Kumpulan Cerpen "Korsakov" karya Wina Bojonegoro "5 Cowok Mengepung Korsakov", di Sanggar Guna Bojonegoro, Minggu 20 Mei 2012
Secara global, 17 cerpen dalam buku kumpulan cerpen "Korsakov" merupakan pilihan cerita untuk orang dewasa yang masih punya rasa cinta asmara (eros) dengan jerat-jerat hubungan kasih di sekitar keutuhan rumah tangga antara lelaki dan perempuan, baik orang pertama, kedua dan ketiga. Wina Bojonegoro, pengarangnya, tampaknya spesialis di wilayah sini, diperkuat dengan berbagai filosofi dan referensi tentangnya yang dicantumkan dalam isi cerpen-cerpennya, seperti:
- Ingatkah kau kata Plato, cinta adalah ketika dalam perjalananmu kau menemukan ranting paling indah, sementara kau tak bisa berjalan mundur? (95)
- Ketika cinta harus memilih kita menjadi rapuh (160)
- Jika pun kau mati, toh kematian tak akan mampu mengakhiri cinta, kata Agnes Monica (162)
- Seperti halnya mata mati, cinta pun memiliki caranya sendiri untuk merasakan kehadiran kekasihnya (162)
Cerita-cerita cinta eros dalam “Korsakov” ini hampir semuanya gelap penuh lobang aib bila dihadapkan pada tataran normatif eros klasik yang ideal.
Bahasan eros cerpen-cerpen ini melulu hanya soal perselingkuhan tanpa balutan kompleks masalah lain:
- Namanya Maria (perempuan selingkuhan yang kecanduan)
- Persembahan Terakhir (perempuan penyelingkuh yang merasa menikah dengan orang bukan pasangan adalah pengkhianatan cinta, ternyata mendapati lelaki pasangannya itu juga penyelingkuh dan sesungguhnya punya istri saat berpasangan dengannya)
- Laki-Laki Suami Dhanty (selingkuhan perusak rumah tangga orang -wanita penghibur bagi lelaki penyelingkuh- ada tanda-tanda menyerah tidak akan mengganggu rumah tangga itu akibat bertemu dan berdialog curahan hati dengan istri lelaki)
- Perjalanan Terakhir (kerinduan dan perselingkuhan lelaki dengan pacar pertamanya berbuah dipasungnya ia oleh sang selingkuhan)
Penyelingkuh dan selingkuhan pada cerpen-cerpen tersebut berjenis kelamin beda. Pada cerpen lain selingkuhan dan penyelingkuh selain berjenis kelamin beda juga ada yang sesama jenis):
- Prime Customer (wanita penghibur lelaki bermasalah rumah tangga ternyata juga penghibur istri lelaki yang sama)
Satu-satunya cinta eros yang secara tekstual utuh sebagai rumah tangga tanpa perselingkuhan sayangnya juga hancur karena kegilaan dan pembunuhan adalah pada cerpen:
- Lelaki Berbulu (cinta mati lelaki kepada istrinya yang selalu didorongnya di atas kursi roda, bahkan setelah dibunuhnya istri itu)
Secara tekstual, cerpen ini tidak jelas membahas perselingkuhan atau bukan dalam konteks rumah tangga, tapi masuk katagori cinta eros penjaja cinta:
- Lelaki Asing yang Menemaniku Ngopi Malam Itu (perempuan pemuja seorang lelaki mendapati lelaki itu ternyata lelaki penghibur perempuan temannya)
Kalau cinta eros pada perselingkuhan-perselingku
- Di Atas Jembatan Rolak, Namaku Giri (cinta mahasiswa kedokteran kepada WTS-PSK yang mati keguguran membuatnya menjadi gila dan jadi penghuni tetap rolak)
Cinta eros di sini juga melibatkan WTS-PSK, namun lebih pada masalah yang terkait pada sang WTS-PSK:
- Seruni (WTS-PSK baru di wisma lokalisasi itu ternyata anak sendiri dari si mucikari/ germo).
- Perempuan yang Menanti (perempuan mandul menjadi pelacur untuk punya anak sembari menunggu suaminya kembali)
Cinta eros yang masuk katagori harapan dan ujungnya berteka-teki tampak pada cerpen-cerpen:
- Korsakov (perempuan yang rindu dan berjuang bertemu dan merasa bertemu serta bercinta dengan lelakinya ternyata mendapati misteri siapa yang ditemuinya karena lelaki itu ternyata koma di lain tempat)
- Kabar dari Glasgow (kegamangan hati perempuan yang sudah mandul disterilisasi untuk menerima cinta lelaki lain)
- Irama dalam Hujan (penantian seorang aku terhadap tunangan yang diragukan kejantanannya karena memberikan ikatan pertunangan berupa lingerie)
Cinta eros yang masuk katagori harapan dan ujungnya bukan teka-teki lagi tampak pada cerpen:
- Dalam jeda (cinta yang terlambat dikatakan lelaki kepada seorang perempuan oleh sebab ketidakberaniannya)
- Arimbi Vs Basuki, Episode Surat Kejantanan (cinta seks bebas seorang perempuan dan lelaki impoten yang gagal bercinta)
Cinta eros pada cerpen ini bersebab-akibat dengan masalah sosial, dan dapat dikatakan bahasannya lebih pada masalah sosialnya:
- Antara Porong-Jakarta (di atas masalah sosial dalam penderitaan ekonomi dan ketidakadilan sosial selalu ada orang memanfaatkan kesempitan jadi penjaja wanita)
Rata-rata cinta eros di atas tidak menunjukkan kekuatan lelaki dan perempuan yang ideal dalam tataran normatif ideal dalam mempertahankan "cinta suci", kecuali mungkin pada cerpen "Irama dalam Hujan" dan "Korsakov". Hal ini seolah potret buruk eksistensi pelaku cinta eros kita.
Maka dapat diibaratkan isi dari kumpulan cerpen "Korsakov" adalah COWOK-COWOK MENGEPUNG KORSAKOV, bukan LELAKI-LELAKI MENGEPUNG KORSAKOV. Diksi "Cowok" berbeda rasa maknanya dari "Lelaki". Kata cowok bermakna kurang serius sebagai lelaki. Dan, bolehlah kalau kali ini subyektifitas saya memaknai kata lelaki lebih bersifat kuat dan dapat dikonotasikan masuk dalam rumpun sifat-sifat laki-laki sebagai “petarung kebenaran dan keadilan dalam menghadapi kompleksitas masalah eros dan rumah tangga”. Lebih-lebih bila disandarkan pada eksistensinya sebagai khalifah dan wakil Tuhan di muka bumi, merujuk posisi mainstream pengakuan manusia pada negara yang mengaku ber-Tuhan ini, yang semua ini berefek pada cinta ideal dalam menghadapi masalah dan posisi terkait.
Artinya, terpotret oleh Wina Bojonegoro begitu rumit dan bermasalahnya cinta-cinta eros dalam kenyataan. Meski, ada harapan ada cinta eros yang ideal. Cinta eros yang ideal ini sesungguhnya juga banyak dijumpai dijumpai, bila dilakukan riset lebih luas. Sedangkan secara fiksi, tergantung kemauan, hasrat atau obsesi pengarangnya untuk mengubah cinta eros bermasalah tersebut menjadi cinta eros ideal atau tidak.
Dari sini dapat dibangun pintu gerbang untuk memetakan posisi sang pengarang apakah ia cenderung ke arah pelaku perubahan, pecinta kemapanan atau melepaskan diri dari dua kutub ini. Atau secara tekstual, pintu gerbang apakah posisi cerpennya termasuk alat-alat perubahan, peneguh kemapanan, atau netral. Sudah barang tentu, untuk hal ini butuh kajian lebih lanjut yang mendalam.
Satu-satunya cerpen yang tidak membahas masalah eros secara tekstual adalah cerpen:
- Miss Markonah (catatan hidup seorang perempuan seniman yang aktivis seni dan bintang lalu hilang dan hanya tersisakan piala penghargaan)
Kalaupun cerpen ini akan berfungsi sebagai alat perubahan, perlu diuji efektivitasnya membentuk kesadaran pembaca tentang adanya masalah pada dunia seni budaya sehingga mendorong pembaca untuk bergerak mengubah kondisi ini. Namun mengingat jenis cerpen bertema ini hanya satu dari 17, tesis hal ini tidak signifikan. Demikian juga pada cerpen tentang sosial yang juga hanya ada satu dari 17 cerpen.
Tesis yang signifikan hanya berlaku pada cerpen-cerpen cinta eros yang semua bermasalah meski ada percik kekuatan mewujudkan cinta ideal.
Ketrampilan Berkata-kata
Pilihan kata-kata dalam cerpen-cerpen kumpulan Cerpen “Korsakov” yang cerdas (terutama pada penekanan ungkapan tertentu) baik pada monolog maupun dialog, menampilkan seolah semua tokohnya adalah orang-orang cerdas. Kata-kata yang selalu cerdas ini bisa menjadi kelebihan atau kekurangan tergantung penokohan yang dicipta, dan efek suasana yang ingin diciptakan.
Suburnya kecerdasan pada tokoh-tokoh ini semacam imbas dari petanda multikultur yang juga subur dalam cerita-cerita terlebih yang setting, gaya hidup pilihan kata, termasuk dengan bahasa Jawa, Indonesia, Indonesia Jakarta-an, Inggris (lokal, nasional, global internasional).
Saat ini kita menuju 'pemberangusan' dialek-dialek lokal, akibat 'Jakartanisasi' dialek percakapan, lantaran pengaruh televisi. Bahkan seorang anak kecil siswa SD di Ngasem Kecamatan tempat kelahiran Wina Bojonegoro, di dusun pedalaman berdialek Jakarta oleh karenanya.
Wina Bojonegoro dengan dialek 'Suroboyo-an' yang mencuat di sana-sini dalam cerpen-cerpennya memberi penguatan bahwa dialek-dialek lokal tidak harus musnah, meski di sana-sini Wina juga memakai dialek Jakarta akibat 'nasionalisasi' budaya dan ungkapan-ungkapan Inggris akibat 'globalisasi' budaya.
Tak peduli, ungkapan-ungkapan khas dalam cerpen-cerpen Wina tanpa pengartiannya dalam bahasa Indonesia yang dalam berbagai media dengan segmen pembaca beragam ditulis dalam huruf miring atau diberi catatan kaki. Tak peduli pula, ternyata cerpen-cerpen Wina Bojonegoro hanya diterbitkan di koran nasional dan koran lokal terbitan Surabaya yang mungkin jadi pertimbangan basis pembacanya memang orang Jawa yang sudah mengerti kata-kata Jawa yang digunakan dalam cerpen berbahasa Indonesia. Juga tak peduli, cukup banyaknya salah ketik dan tidak ketatnya editing serta koreksi ejaan. (Yang mestinya, semua ini dipedulikan.)
Ambillah contoh kata: tinimbang (14), kemropok (27), pengkolan jalan (73), begajul (90), combe (169), buah duku peyot (169), sangar (170), combe (171), nggebugi (171)
Kalau diksi atau pilihan kata dalam deskripsi, peragaan atau dialog dalam cerita yang berfungsi membuat kalimat bernas dan padat, kekayaan ungkapan khas ini sangat penting untuk membuat cerita segar dan tidak kering sekaligus sebagai tanda-tanda lokalitas, karakter penokohan, status sosial, sifat, kecerdasan, budaya.
Sebagian besar cerita yang disampiri tanda-tanda multikultur menuju global dalam sebagian pilihan kata, setting dan gaya hidup, dan sebagian kecil cerita yang melibatkan masyarakat klas bawah dengan bumbu sosial tidak menyeret cerita lari dari masalah eros yang menjadi kekuatan buku kumpulan cerpen ini.
Pengisahan masalah ini juga diwarnai dengan majas atau gaya bahasa yang bertabur di sana-sini yang bisa menjadi kelebihan atau kekurangan tergantung ketepatan elemen penyusunnya, penempatan dan efek suasana yang ingin diciptakan dalam rangkaian kata, kalimat atau paragraf. Ambillah contoh:
- meniduri kamar sendiri dengan kunci yang tak bisa diintip (35) (catatan: kelihatannya maksudnya lubang kunci)
- menggoyang lidah sampai ke ubun-ubun (103)
- jika bunga yang memenuhi hatimu, maka aku adalah orang pertama yang akan merasa bahagia (117)
- penghuni bukit hitam (170)
- Dolly adalah gurita raksasa bermata berlian (173)
Tepat atau tidaknya penggunaan majas ini juga berpengaruh pada karakter tokoh-tokohnya, menjadi kuat atau menjadi lemah, sesuai atau tidak dengan sosok yang diharapkan oleh karenanya. Dan agaknya dalam hal ini Wina, mungkin menyadari, sesuai dengan tulisannya sendiri di halaman 161:
Berhati-hatilah dalam menggunakan kata atau kalimat dalam sebuah karya tulis. Perbedaan kata atau kalimat memiliki arti signifikan bagi setiap subyek maupun obyek.
Akhirnya mari kita pakai “senjata” (kata-kata) Wina Bojonegoro sendiri dalam rangkaian kalimat tulisannya di halaman 161 itu, untuk kepentingan menilai ketrampilan berkata-katanya sudah tepat atau belum guna penciptaan karakter, suasana, imaji dan semua yang terkait dengan pengaruhnya kepada pembacaan oleh pembaca:
Baiklah. Sambil merenungi, di mana letak kesalahan ini hingga tiba-tiba kau pergi.
Bahkan semua kata ”di mana” dalam cerpen-cerpennya ini juga ditulis tidak terpisah (di mana) tapi ditulis bersambung (dimana). Seperti halnya semua kata ”lingerie” ditulis ”lingery”, ’yang dikepung para cowok itu’.*
No comments:
Post a Comment