Monday, November 1, 2010

KEMBANG KERTAS, Kurniasih


Judul Buku: Kembang Kertas
Penulis : Kurniasih
Penerbit: Jalasutra
Tahun Cetakan 1: 2005
Tebal: 200 halaman
_______________________

DENYUT KEMBANG KERTAS

Oleh: Yonathan Rahardjo, Materi Bedah Buku di Meja Budaya, Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin, Taman Ismail Marzuki Jakarta, 2005

Ketika ia membaca kisah Ishak dan Ribkah, jadilah itu ilham baginya untuk memercikkan gelisah-gelisah yang berpijar dari dalam dirinya, ia tuliskan dengan rinci dan bebas warna-warni, membuat kisah perempuan penimba air sumur dan lelaki penunggang unta peminta air untuk hewan kesayangannya itu menjadi punya sudut gelitik, sisi gelisah, rajutan benang cerita yang punya kedalaman sendiri, menelisik ke dalam, memberi penafsiran dan pengkisahan kisah nabi ini lain dari cerita baku yang permukaan. (Cerpen Pasal Kasih, h 181)

Ketika ia telah menuliskan lamunan, kebingungan pikiran dan tafsir-tafsir rasa secara subektif dan jujur seperti yang dirasakannya, dan pembaca membaca cerita-cerita itu, pengucapan dan penceritaannya seperti air yang selalu mencari tempat yang lebih rendah, mencumbu apapun yang ditemui, agar selalu mengalir, selalu ada celah dan kemauan untuknya mengalir, lebih baik begitu daripada kata-kata sulit mewakili
kebimbangan, kegalauan, rasa gulana, gembira, derita, saratnya masalah keberadaan atau eksistensi diri, agar yang terasa dan berlompatan tak karuan dalam alam sadar dan alam bawah sadar itu tidak terhambat melompat-lompat, menderu dan menggelora tak karuan dengan tenaga dahsyat yang mampu mendobrak dan menggebrak, perilaku fisik dalam wujud kekerasan, digantinya dengan kelembutan dan pencarian keseimbangan dalam pusaran hembusan udara angin bingung dan tanya.

Ia, Kurniasih, dalam 13 cerpen yang dikumpulkan dengan mengambil salah satu judul cerpen, Kembang Kertas (h 63), sebagai judul buku, punya terapi baik dengan pencegahan maupun penyembuhan terhadap problem-problem emosi, keliaran pikiran dan perasaan yang bila tidak ketemu jalan keluarnya bisa mencipta penyakit-penyakit kejiwaan, stres, dan mental atau menjelma kekerasan seperti yang terjadi pada bangsa ini yang karena keterbatasan cara ucap, peristilihan dan tata bahasa gagap mengungkap isi hati sehingga cenderung mempunyai kecerdasan kriminal tinggi di samping kecerdasan intelektual, kecerdasan emosi, dan kecerdasan spiritual yang juga relatif tinggi, yang karena keempatnya saling tarik-menarik tak keruan memaksa menarik hidup bangsa ini penuh dengan tarikan kutub perilaku yang berseberangan dalam arti sebenarnya, dalam kondisi disebut bangsa beragama yang menjunjung tinggi nilai-nilai syariat termasuk sok anti umbar taurat juga sekaligus bangsa dengan angka kejahatan korupsi nomor empat paling tinggi di dunia, tak peduli kemiskinan sesama manusia dan terbukti bangsa dengan kriminalitas perusak lingkungan paling tinggi pula dengan akibat dalam musim hujan sehari-hari tak mampu lagi mencegah diri dari tanah longsor dan banjir makan korban di mana-mana.

Model terapi yang muncul dari dalam diri sendiri adalah gumaman, luncuran perasaan dan pendapat, impuls-impuls yang berdenyut, menari-nari seperti tak karuan namun bila digabung-gabungkan merupakan kata-kata, frase baru, kalimat baru (contoh: Bibirku mencari-cari benda dingin, h 151, dan Aku pulang dari lamunanku yang melingkar-lingkar, h 152, dalam Cerpen Cecilia h 143) yang punya makna dan kedalaman baru, memperkaya cara ungkap dengan tarikan-tarikan pena metafora berbaur dan bercumbu rayu dengan kenyataan atau realitas, bebas, mengalir dan terus mengalir, panjang dan terus berjalan, menggumam dan melamun warna-warni, dari satu obyek ke obyek lain baik obyek pelaku, obyek penyerta maupun obyek penderita (lihat obyek-obyek Loreda, Isa, Maryam, langit, medusa, Tabik dalam Cerpen Tabik Loreda, h 55) dari satu predikat ke predikat lain, dari satu keterangan ke keterangan lain, dari satu opini ke opini lain, antara lukisan suasana, paparan, narasi maupun, pada satu cerpen tanpa tanda baca kecuali titik dan koma (Cerpen Menara h 103),  yang pada  semua dari satu mulut pencerita, aku, yang sekaligus menjadi subyek, yang selalu menggumam dan hanya berhenti ketika cerita diakhiri dengan tempat dan tanggal penulisan entah cerita itu berakhir melambung, melayang, yang rata-rata terbuka dan untuk tahu dan mengerti jalinan cerita itu dengan makna dan pengertian menancap dalam akal, benak, ingatan cerita sederhana memaksa pembaca harus membaca ulang cerita, meski saat pembacaan pertama terasa denyut-denyut kisah yang mengelus-elus rasa yang tak kelihatan dari kisah-kisah yang diangkat dari pengalaman atau suasana atau keadaan yang perempuan ini temui dengan pengembangan-pengembangan dengan apapun yang bisa digabung, dan perasaan-perasaan yang muncul, kegelisahan, kegalauan, dan kebingungan, pertanyaan-pertanyaan dan jawaban-jawaban sementara dan terus mencari tempat untuk suatu jawab yang tak mesti bukan suatu tanya lagi, terus mencari dan mencari suatu makna yang bagi kedamaian dalam diri penulis ini yang bisa mudah dimengerti dan dihayati pembaca terutama yang punya kisah-kisah sumber ide cerita sama baik dalam kesendirian, kesepian, kesunyian (Cerpen Anak Kesunyian, h 92) dari pertemuan dengan cahaya alam dengan beragam ‘musim’, tempat dan pe ngalaman sama (mampir ke Mc Donald dalam Cerpen Mouli h160) suasana kisah dalam pergaulan dan persenggolan-persenggolan dengan kerumunan manusia-manusia lain, maupun dari tontonan dan cerita-cerita atau bacaan-bacaan penulis tak terkecuali dari pembacaan kisah-kisah suci nabi-nabi di awal tulisan ini.* (RESENSI-BUKU MAJAS)

No comments:

Post a Comment